Hi there!

Akhirnya bisa login lagi. Kotor ya! *mari bebersih*

Mungkin nanti mau mulai nulis lagi. Semoga. Secepatnya. Biar ga gila. hehehehehee….

Terakhir nulis kapan mi? hmm..2018

Terus 2019-2020 ngapain ajah mi? Sibuk baku hantam dengan dunia dan kejiwaan biar tetep waras.

See you. bye.

Babymoon trip (travel tips). Part I

Akhirnya jalan-jalan.

Tulisan ini mungkin bisa jadi tips buat para ibu hamil yang ingin babymoon trip, mungkin sudah banyak saran buat ibu hamil tapi apa salahnya berbagi dari hasil pengalaman sendiri. Beberapa mungkin bisa ditiru dan mungkin ada hal yang berbeda. So remember it’s based on my experience.

Ada beberapa hal yang harus disiapkan pra dan pasca liburan.

Untuk awalan tentukan lokasi liburan. Disarankan untuk menentukan lokasi mana yang akan dikunjungi dan estimasi dalam 1 hari akan mendatangi berapa lokasi, cek prakiraan cuaca di lokasi, meski belum tentu tepat 100% minimal kita bisa mempersiapkan pakaian apa yang mesti dibawa.

Olahraga ringan dari awal jauh sebelum tanggal liburan datang. Bisa dengan jalan kaki sekitar 1,5 jam perhari, agar badan tetap fit saat liburan dan tidak terlalu kelelahan. Saya bisa dibilang jarang bergerak selama hamil, jadi saat mulai liburan, kelelahan sangat menumpuk sepulang liburan.

Konsultasi dokter sedetail mungkin tentang kesehatan diri sendiri, bayi, jumlah ketuban yang aman dan hal-hal yang mungkin terjadi saat perjalanan. Bila liburan melibatkan perjalanan udara, konsultasi dokter tentang resiko yang mungkin saja bisa dialami. Dari pengalaman saya, – kandungan saya memasuki usia 20 minggu – saat take off, semua aman hanya ada rasa mirip bila kita masuk elevator, tapi telinga agak sering berdenging tapi teratasi dengan menelan air liur atau pura-pura menguap. Tapi saat landing, mungkin pengaruh dari air pressure dan gravitasi, jadi sempat ada rasa kontraksi kecil, sedikit mulas, tapi jangan panik ya, saya langsung mengambil posisi duduk tegak dan membuat badan nyaman dan santai. Saya ambil nafas panjang dari hidung dan menghembuskan perlahan dari mulut. Begitu terus sampai kontraksinya hilang dengan perlahan.

Ini yang paling penting, surat pengantar dokter. Saya sudah punya surat pengantar karena saat konsultasi, dokter juga langsung menawarkan karena peraturan dari maskapai pun mengharuskan adanya surat ini. Tapi ini sempat jadi pengalaman tak terduga buat kami. Saat saya mengajukan surat pengantar, suami saya bertanya apakah surat ini memiliki tanggal akhir, dokter menjawab tidak ada batas, jadi kami santai. Ternyata berbeda dengan peraturan maskapai. Rata-rata maskapai memiliki batas tanggal penggunaan surat pengantar ini, paling lama hanya 1 minggu dari surat ini dibuat. Ini yang cukup membuat kita kaget saat mau pulang. Jadi ada baiknya 2 hari sebelum tanggal pulang, mencari dokter kandungan/Rumah Sakit untuk mendapat surat pengantar yang baru.

Setiap check in, ibu hamil wajib lapor kepada petugas. Saat saya lapor, surat pengantar dicek dan sudah tidak berlaku. Akhirnya kita harus menunggu petugas check in mengantar kepada dokter bandara untuk membuat surat pernyataan aman untuk ikut penerbangan. Beruntung kami datang lebih awal, karena kami harus berjalan cukup jauh dan saat semua selesai bertepatan dengan open gate. Saat pemeriksaan, saya dicek kadar oksigen, detak jantung (saat itu detak jantung saya tinggi karena hasil berjalan jauh), suhu badan dan tekanan darah. Surat itu akan dibawa oleh petugas check in dan diajukan pada petugas di pesawat.

Lalu saat lewati X-ray, ini ternyata tidak baik untuk ibu hamil, saat berangkat saya lupa bilang hingga lewat x-ray, tapi saat pulang saya lapor lagi pada petugas dan ada petugas wanita yang mengecek saya secara manual.

Dan selalu ingat untuk banyak minum dan tidak menahan kencing terlalu lama. Selain menghindari dehidrasi dan berkurangnya air ketuban, menahan kencing saat hamil bisa ada infeksi saluran kemih atau pembengkakan pada betis. Jadi ada baiknya setiap beberapa jam mampir ke toilet.

Sementara akan sampai sini dulu. Sisanya sambung dibagian ke2.

Stereotipe

Stereotipe (noun)

Definition : a widely held but fixed and oversimplified image or idea of a particular type of person or thing.

Kalau kita lihat dari definisi di atas, memberi label untuk suatu hal yang besar. Bisa pada beda atau manusia. Hal yang paling mudah buat dijadikan contoh adalah kondisi yang sekarang sedang dialami, hamil.

Wanita hamil pasti mengalami banyak hal yang berbeda, baik secara fisik maupun mental. Dan karena kehamilan hal yang lumrah terjadi pada peradaban manusia, maka muncullah banyak stereotip yang tumbuh dan berkembang tentang ibu hamil.

Banyak dari kita yang sudah bisa menebak apa yang akan terjadi pada ibu hamil.

Contoh, secara fisik, selama 9 bulan perutnya membesar sesuai dengan jumlah anak yang dikandungnya, bagian badan seperti pinggul, pantat, payudara akan lebih besar dibandingkan sebelum hamil, kaki yang membengkak.

Tapi ternyata tidak semua bumil itu mengalaminya. Tak jarang saya temui bumil yang tetap mungil badannya walau perut membesar. Kaki mungkin bengkak efek aliran darah yang membesar karena mulai ada beban. Tapi bentuk badan itu berbeda.

Secara mental, emosi yang tidak tidak stabil, sulit makan karena mual dan muntah yang sering, ngidam, mudah lelah.

Setelah itu muncul banyak omongan/larangan apa saja yang harus diingat oleh ibu hamil. Dulu teman kuliah pernah bikin TA tentang mitos ibu hamil dan itu bagus isinya, sayang hanya baca sedikit. Belum lagi anjuran untuk senam hamil, yoga hamil dan olahraga hamil lainnya.

Dari semua ini, sebelum hamil sempat ada pemikiran, bumil ribet yak idupnya, dan setelah menikah sempat ingin menunda 1 tahun sebelum hamil, dengan pemikiran persiapan dengan stereotip yang muncul itu. Tapi setelah sekarang merasakan sendiri seperti apa itu hamil, apa yang sempat diuraikan sebelumnya, hampir tidak semua merasakan. Yang paling sederhana dari stereotip bumil adalah ngidam.

Dari awal suami sudah wanti-wanti, jangan sampai ngidam aneh-aneh, dan saya pribadi pun berdoa untuk tidak ngidam yang menyusahkan suami. Dan ternyata terbukti saya tidak ngidam sama sekali (sayangnya ngidam malah muncul pada suami *tepokjidat*).

Mual dan sulit makan saya alami, apa lagi saat itu asupan makanan saya sangat terbatas karena suami ingin saya makan sehat dan benar. Gimana mau pola makan sehat, kalau minum air saja saya muntah. Pola itu sempat bikin saya hilang berat badan dan turun tekanan darah, sampai dokter kandungan ngomel pada suami saya, takut saya dan bayi mengalami kurang nutrisi dan harus opname.

Dokter menyarankan suami untuk berhenti mengatur apa yang saya makan, tapi menyarankan untuk mengawasi agar asupan yang kurang sehat tidak terlalu dominan. Sejak saat itu, saya mulai makan apa yang ingin saya makan tanpa banyak larangan. Untungnya keinginan makan mie instan kadang muncul tapi setelah makan, saya tidak mau makan lagi untuk beberapa hari kedepan, bahkan sekarang keinginan itu hilang (bayangkan mie instan ayam bawang itu ditolak perut saya).

Tidak lama saya menyadari 1 hal, mungkin munculnya ngidam itu bukan bawaan hamil. Tapi sebab-akibat dari situasi lingkungan yang banyak mengatur bumil dan membuat apa yang diinginkan bumil jadi tidak tercapai. Sedangkan posisi emosi yang tidak stabil karena efek hormonal yang sedang tinggi akhirnya muncul perasaan untuk meminta hal-hal yang tidak wajar, dan stereotip bumil itu pasti ngidam akhirnya muncul juga.

Perkara mual-mual juga ternyata tidak semua merasakan. Ada yang selama hamil mual terus, ada yang tidak mual sama sekali (beruntunglah kalian bumil), ada yang mual di awal kehamilan, ada yang mual mendekati kelahiran. Jadi karena pada umumnya pasti mual, maka berbondong-bondonglah saran untuk mengatasi mual muncul, padahal tidak semua bumil sama.

Perkara buah-buahan saja yang sederhana. Hanya karena banyak bumil yang ingin makan mangga muda, saya kena imbasnya. Setiap kali keluarga suami bertemu dengan saya, selalu membawakan mangga muda buat saya. Awal saya masih mau makan, sampai dititik akhir saya sudah tidak mau makan dan menolak dengan sangat tegas kalau saya bosan makan mangga muda terus.

Penutup dari saya, entah berapa banyak yang baca tulisan saya ini, tapi yang jelas saya hanya ingin mengutarakan bahwa bumil itu tidak sama. Hanya kondisi badan mereka yang mirip. Tapi secara mental setiap bumil pasti beda. Biarkan bumil yang merasakan apa yang tubuh dia inginkan, keluarga lain terutama suami dukung dengan cara jangan banyak aturan tapi awasi konsumsi makanan yang kurang sehat/kurang bergizi jangan berlebihan. Cukup sekali atau 2 kali hanya buat menghilangkan rasa penasaran bumil saja. Sisanya pasti bumil akan mengatur sendiri, sebab kami tahu ada manusia lain yang tumbuh dan berkembang dalam diri kami yang harus kami jaga dan rawat dengan baik.

New world

Akhirnya berganti panggilan. Bumil a.k.a ibu hamil.

awalnya masih meragukan apa benar sudah pantas dipanggil bumil. Kalau secara fisik sudah jelas, area pinggul yang mulai melebarkan wilayahnya (terpujilah kalian perempuan dengan genetik badan tetap mungil lucu walau hamil), berat badan yang luar biasa naik tanpa bisa ditahan dan ledakan hormonal yang bikin tempramen ini sulit dikendalikan (kecuali perut saya kenyang, emosi ini akan sangat baik dan ramah). Tapi tetap saja rasa sebagai seorang ibu yang menantikan anak pertamanya belum muncul. Sampai akhirnya kehebatan teknologi di dunia kesehatan memperlihatkan sosok mungil yang ngeringkuk dan ada kepalan kecil yang berdenyut kuat. Saat itu saya sadar, saya jatuh cinta pada pandangan pertama yang buta.

Buta karena saya masih belum mengenal sosok dalam badan ini akan seperti apa. apa gendernya, bagaimana rupanya, tapi satu hal yang saya tahu, kami berbagi raga dan jiwa yang sama.

Buta karena saya tidak pernah tahu apa yang akan dia lakukan di masa depan. Jalan apa yang akan dia pilih untuk hidupnya. pemikiran apa yang dia tata dan kembangkan dalam benaknya. Tapi satu hal yang saya tahu, saya harus bersiap dengan semua pertanyaannya, sikapnya, kebutuhannya, keinginannya. Karena suatu saat dia akan pergi menuju tempat dan lingkungan baru dan saya menunggu sebagai tempat dia pulang dari perantauannya.

Saya bukan orang yang percaya adanya cinta pada pandangan pertama. Semua hal yang berkaitan dengan emosi selalu dimulai dengan tindakan yang berulang dan menimbulkan kesan. Termasuk cinta. Tapi sekarang saya percaya ungkapan itu ada. Dan ungkapan itu lebih cocok disandingkan pada calon ibu yang menanti anaknya lahir.

Untuk kau, Anakku.

Dunia ini keras untuk dijalani sendiri. Entah bagaimana nanti saat waktumu untuk memulai mengenal dunia ini. Aku, ibumu, selalu ada saat dunia menjauhimu, seperti yang ibuku lakukan padaku.

Belajar dan sabar.

Saat tulisan ini dibuat, waktu sudah hampir tengah malam. Bukan waktu yang tepat buat update blog (apa lagi pembaca blog saya ga banyak, malah minus) 😓, tapi ini bukan soal itu ini soal lain yang ingin saya bagikan.

2 hal yang belakangan ini saya berusaha pahami maknanya.

Belajar dan sabar.

Sependek pengetahuan saya, belajar itu cukup dengan 3 hal

1. Melakukan hal baru.

2. Membuat kesalahan.

3. Mengulangi hal tersebut tanpa kesalahan.

Itu belajar versi saya.

Yang ke 2 tentang sabar yang hanya butuh 2 hal

1. Mengalami peristiwa yang membuat saya tidak nyaman.

2. Mencoba untuk menutupi rasa tidak nyaman tersebut.

Itu sabar versi saya.

Dan semua berganti makna saat negara api menyerang (lawakannya basi, udah keseringan dipake!)

Oke, serius mode on. 2 hal tersebut akhirnya berganti makna setelah saya mengalami kondisi yang baru. Kondisi yang pada umumnya semua perempuan pasti mengalami dan ingin mengalami (tapi tidak maksud menyudutkan para perempuan tangguh yang tidak mengalami).

Hamil. Pregnant. Ngandek.

Ledakan hormon yang sangat menggebu-gebu ini membuat kondisi badan dan emosi saya luar biasa sulit saya kenali dan kendalikan. Mulai dari berat badan yang kaya lift naik-turun, emosi yang hanya butuh sepersekian detik ganti dari tersenyum jadi bersedih. Sensitifitas alat indera pun semua meningkat tajam terutama bagian penciuman. Setetes karbol tumpah di toilet saja bisa tercium dari ruang tengah dan berakhir dengan sambutan mual dan pusing.

Sempat diungsikan beberapa hari di rumah orang tua, istirahat total, bergerak hanya waktu shalat dan ke toilet, merasa cukup sehat buat kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah dan melihat keadaan rumah yang diluar bayangan, membuat saya paham penyebab rasa tidak nyaman yang saya alami selama ini. Tekanan sebagai ibu rumah tangga dan calon ibu yang akhirnya membuat sugesti dalam pikiran dan perasaan saya, bahwa saya dalam kondisi lemah dan butuh dimanjakan. Mengeluh dengan kondisi yang ada, sampai saya mulai tenang dan bicara dengan pikiran saya sendiri, bahwa apa yang terjadi sekarang hanya rekaan saya semata. Dan itu juga yang membuat saya semakin paham bahwa posisi saya bukan lagi soal belajar atau soal sabar.

Tapi ini waktunya saya belajar sabar.

Pokoknya nanti

Setelah ga buka laman ini (it’s almost 1 year 11 month), akhirnya coba buka dengan paksa. Apa yang bikin saya bisa nulis di sini?

Mungkin nanti akan saya mulai nulis lagi, penting atau ga isinya, gimana nanti aja.

Pokoknya nanti yah pasti deh.

Makasih. Kecup.

Fans ala kadarnya.

Ini kejadian udah lama banget saya alamin, tapi baru sekarang sempet diceritain di sini, maklum orang sibuk (dibaca males).  Jadi waktu itu ada segerombol orang yang sibuk bahas film, salah satu film yang dibahas itu star trek dan star wars, denger bahasan itu saya milih diam cuma dengerin apa yang dibahas. Alur ceritanya bikin saya manggut-manggut ajah, tokoh yang saya tau cuma yoda (karena telinganya yang unik), sampe akhinya ada yang nanya pendapat saya soal film itu, jawaban saya enteng ajah “ga suka film itu”. tau reaksi yang saya terima?? *jreng jreng*

Dengar jawaban itu, saya dapet ceramah lebih lama dari pada ceramah 7menit macem di tipi-tipi. semua sibuk dan berebut menjelaskan betapa bersalahnya saya ga suka dengan film itu. sesaat merasa jadi pendosa karena gga suka film itu. setelah tamat semua penjelasan, kembali ditanyalah saya, dan jawabannya, konsisten ga suka. Walhasil saya ga diajak ngobrol lagi.

sampai dirumah saya mikir sendiri, kenapa harus seperti itu perlakuan yang saya terima? ini kan masalah selera, masalah suka dan tidak, bukan jadi hal mutlak macem oksigen yang harus ada setiap saat kalo ilang mendadak bisa bikin menderita jutaan umat.

dari pikiran-pikiran itu saya jadi keingetan dengan fans idolgroup asal jepang yang sekarang punya cabang di Indonesia, jeketiportieit, hanya untuk salaman ajah ada yang maksain diri habisin duit (yang katanya) abis 10jt cuma beli album mereka. ngapain coba beli album sebanyak dan semahal itu cuma buat bisa salaman? jangan-jangan salam ama ortu ajah males.

atau macam fans bola? menang rusuh karena kegirangan, kalah sudah jelas rusuh karena kecewa. kecewa atau girang sih boleh ajah, siapa yang larang, tapi kalo sampe rusuh, merusak fasilitas umum, menjarah warung nasi (beneran kejadian loh). yang latihan setengah mati kan atlet, yang turun ke lapangan kan atlet, kalo menang jelas mereka sudah latihan berbulan-bulan buat mempersiapkan diri, kalo kalah lawannya berarti lebih siap. sederhana kan? kita sebagai penggemar kenapa ga menghargai apa pun yang terjadi, kecewa ga dilarang tapi ga usah maki-maki, bangga boleh tapi ga usah jadi arogan. apa banget yah tulisan saya kali ini hahahahaaaa…

kalo saya balik tanya mereka suka dengan K-pop dan mereka bilang ga suka, apa saya harus lakukan hal yang sama? saya suka K-pop, lumayan buat hiburan buat saya. saya ga punya album para korean idol itu apa lagi glow stick mereka , tapi cukup buka yutup, saya bisa dengerin lagu/variety show mereka. gampang kan? apa saya masih dianggap berdosa karena saya nonton Twilight dari film 1-4, apa beda dengan mereka yang nonton 50 shade of grey?

tapi ga bikin saya jadi maksa orang buat sama suka kan?.

beda orang beda selera, saya ajah usah repot ngurusin diri sendiri, nurutin mau sendiri, menuhin kebutuhan sendiri. ga punya waktu lah ikut campur hidup orang apa lagi bikin orang suka dengan apa yang saya suka.

mungkin ini kenapa sering disebut fans fanatik – garis keras – harga mati dan sebagainya.

kalo saya? mungkin saya ini fans ala kadarnya.

survive, how?

ini bisa dibilang part kedua dari blog kemarin. isinya beda sih, cuma esensi yang mau ditulis yang masih sama. gatau deh sama apa gga, gimana yang baca ajah (kalo ada yang baca itu juga).

harusnya tulisan ini ditulis tanggal 20 agustus 2015, biar pas 3 tahun yang lalu, untuk pertama kalinya berstatus pegawai dan punya gaji sendiri (yeay!). bisa dibilang ngebut, setelah yudisium dan resmi lepas dari gelar mahasiswa dan berubah jadi pegawai swasta. nervous campur seneng tapi yah begitulah adanya saat itu. bermodal gelar yang dipunya dengan skill yang masih sangat rata-rata, so that time I’ve called myself as graphic designer.

terdengar keren? memang.

kenyataannya? berat minta ampun.

pernah nyesel? sering. sometimes useless feeling coming around.

sangat sadar kemampuan dalam hard skill saya sangat terbatas, ditambah dengan sifat paling berbahaya yang nempel, malas dan gampang bosan. mungkin saja harusnya saat kuliah berhenti tengah jalan dan banting stir masuk fakultas lain. tapi sebenernya banyak matakuliah yang bikin saya jatuh cinta dengan jurusan saya (alah). dan rata-rata matakuliah itu berhubungan dengan kemampuan analisa, sejarah, dan pemikiran yang berteori (asik bahasanya) dan sayangnya salah jalur saat ambil judul untuk tugas akhir. seandainya saya ga takut untuk disebut telat lulus dan bukan terobsesi lulus 4 tahun, mungkin bisa ajah saya ambil judul yang bisa bikin saya lulus 5 tahun tapi kepuasan dalam diri saya keluar semua. seandainya dulu saya tau kenapa saya ambil dan bertahan di jurusan itu buat 1 hal yang memuaskan, seandainya-seandainya dan seandainya.

sekarang mungkin saya bilang saya gagal dengan tujuan hidup saya. saya terlalu tergesa-gesa untuk banyak hal dan terlalu sering membandingkan diri saya dengan orang lain tanpa berfikir positif. hasilnya? saya jengah dengan hidup saya, kecewa dengan setiap keputusan, marah dengan semua hal tapi ga termotivasi buat bangkit. kenapa dia begitu tapi saya gini-gini ajah? kenapa mereka bisa saya ga? kenapa kalian sanggup saya menyerah? kenapa-kenapa-kenapa?

akhirnya hanya amarah dan sedikit depresi rasanya. emosional ga bisa dihindari. entah untuk berapa lama harus bertahan.

selalu merasa gagal dan terlambat dalam banyak hal. saya yang berusaha bertahan hidup dengan gelar yang saya miliki melawan mereka yang tak bergelar tapi pengalaman, usaha, tekun yang menumpuk.

akhirnya saya jatuh dalam rasa malu. rasa malu yang bisa membunuh. membunuh karakter saya. saya yang putus asa.

masih pantaskah saya memperkenalkan diri sebagai apa saya semestinya?

masih pantaskah saya menyadang gelar itu?

masih pantaskah saya berdiri diantara mereka?

waktu ga bisa mundur.

3 tahun saya bertahan untuk bisa ada dalam kelompok mereka. mungkin bisa. entah kapan terlempar.

Perempuan dan (ber)logika.

Sesuai dengan twit ini, maka marilah kita ramaikan kembali blog yang menyedihkan ini. Post terakhir tertanggal 2 Juli 2014! sungguh memalukan.

Buat tulisan kali ini mari singkirkan kaedah EYD, biar lebih enak nulis apa yang jadi uneg-uneg di dalam ruang hati inih *halah*. Biarlah tata bahasa buruk tapi pesannya nyampe daripada EYD tapi ga jelas paling ujung-ujungnya di marahin Ibu negara (dibaca mamake) atau malu-maluin kaka ipar.

Sebelum masuk ke topik pembicaraan yang jelas, mungkin ada baiknya pake mukadimah *hehehe.

Cewe itu ngomong pake hati. Cowo itu ngomong pake logika.

yakinlah kalian yang baca itu rata-rata setuju yak (gatau sih berapa banyak yang baca ini tulisan, atau malah gada yang baca –,’). Nah itu kenapa dari pernyataan diatas bakal muncul masalah sepele yang rumit banget penyelesaiannya, mari kita ambil contoh yah.

biasanya cowo saat ditanya dan dia ga tau jawabannya, maka dia bilang gatau dan ga jarang balik nanya, setelah dapet penjelasan ya udah abis perkara. finish. dan saat ada hal yang pengen diomongin, cowo akan bilang sama kaya apa yang dia pikirkan, masalah jadi bahasan atau ga belakangan, yang penting udah ngomong. dan saat cowo nanya sesuatu dan orang yang ditanya gatau paling bakalan cari orang lain yang tau, kalopun nanya ama cewe, reaksinya tetap sama.  logika banget kan jadinya setiap hal yang diomongin cowo.

sekarang

cewe saat ditanya dan ga tau jawabannya, biasanya cewe akan belaga sok tau dulu bentar, ampe ngerasa mentok dan cari tau secara random buat mempertahankan ego sesaat. dan saat dia ada yang pengen diomongin, cewe lebih milih buat banyak perumpamaan biar macem kuis buat orang  disekitarnya, sampe ada yang nyadar apa mau dia. dan kalo nanya sesuatu dan jawab cowonya gatau, siap-siap dengan serangan kalimat “kamu ga ngerti aku” lah “kamu ga peka” lah  blablabla. (macem bongkar rahasia sendiri banget ini tulisan hahahahaaa). fix yang cewe ngomong pake hati banget.

itu kenapa diawal sayah tulis masalah sepele yang rumit banget penyelesaiannya, yang satu cuma butuh bilang apa yang diarepin, yang satu butuh main tebak-tepat.

dari sini sayah udah ampir 3 taun terakhir mencoba pake logika dalam ngomong atau nanggapin obrolan, walau kadang kelepasan baper *wow kekinian bahasanya* tapi ternyata lebih menyenangkan, sayah lebih legowo nerima kritikan ama sindiran, sayah lebih bisa paham sarkas dalam setiap obrolan dan open minded nya kerasa banget. lebih gampang lah buat utarain pendapat singkatnya.

nah ini perkara yang jadi pemikiran sayah sekarang.

tepat seminggu yang lalu (cek tanggal post ini lalu mundur 7 tanggal :D) ditempat saya lagi training kerja, cuma ada 3 orang yang hadir saat itu, saya (trainer design), trainer adm, dan big boss. kemana pegawai lain? mereka lagi hura-hore di Bali (ceritanya ribet kenapa mereka bisa di Bali, lain kali ajah).

nah, saat cuma ada 3 orang, big boss ngajak ngumpul buat cerita, ga tanggung-tanggung dari jam 10 pagi ampe 1/2 3 sore, 4setengah jam monolog (kita cuma jadi pendengar dan tim celetuk) bahkan posisi duduk saya ga berubah sedikit pun. awal obrolan masih soal kerjaan dan perusahaan, nyambung ke kisah hidup pahit getir ampe ngomongin orang tua. saat obrolan masih dari awal, saya masih naro perhatian tapi ini saat trigger dipicu dan saya hilang konsetrasi seharian.

saat obrolan orang tua, spontan boss ini nanya ama saya, dengan nada tinggi-spontan dan jari telunjuk lurus ke arah saya, dia nanya “kamu ga benci sama ayah kamu, kan?”. saya yang duduk bersandar lumayan kaget saat telunjuk itu lurus ke muka, tapi saat denger pertanyaan itu refleks saya anggukan kepala. hmmm.. iya, fix saat itu saya mengangguk. sepersekian detik dari situ, boss pun terlihat kaget sama dengan saya, dia ulang pertanyaan dengan nada yang lebih rendah dan hati-hati, baru saya sadar dan jawab agak gugup “iya ga benci” sambil nahan badan buat ga gerak sedikit pun. setelah jawaban itu keluar, boss lanjut ceritanya, dan saya, saya hilang konsetrasi dengan semua obrolan itu. yang ada dalam pikiran saya cuma satu, kenapa saya jawab kaya gitu pertamanya?

saat orang kaget dan ditanya, biasanya jawab spontan yang keluar dan itu adalah hal pertama yang dia pikirkan, kalau pun dia coba buat menghindari pertanyaan itu, jatohnya ngomong gagap dan sikap badan yang jadi canggung.

kalo dibandingkan dengan jawaban spontan saya, apa bisa dibilang kalo yang saya jawab itu bukan yang saya pikirkan tapi yang saya rasakan. apa saya benci ayah saya? sampe tulisan ini saya post dan mungkin ada segelitir orang kurang kerjaan yang baca tulisan ini, saya pun masih belum tau jawabannya apa.

kalo memang cewe bicara dengan hati, apa yang terjadi dengan saya itu pembuktian?

klo memang cowo bicara dengan logika, apa yang terjadi dengan kaka saya yang notabene dia cowo dan hobi mikir logis keknya.

kalo saat itu saya jawaban spontan saya anggukan, apa saya berhasil berpikir secara logis? atau tanpa hati dan logika pun jawaban saya tetap sama?

selama ini, logika bantu saya menghindar dari rasa sakit hati saat kritikan ga beralasan datang. dan hati bantu saya buat bertahan optimis dengan apa yang saya punya. tapi sekarang terlihat abu-abu.

mungkin ada baiknya hati dan logika jalan barengan.

perempuan coba mikir pake logika.

pria coba mikir pake hati.

entah lah.

saya masih bingung.

Untold story

Selamat malam untuk kita.

Seharusnya kita ada dalam jalur yang sama. Ada dalam rutinitas yang sama. Ada dalam ikatan yang sama. Tapi sayangnya dia memilih jalan lain sebelum memutar pada jalur yang sudah kita rangkai bersama. Dulu. 5 tahun yang lalu.

Selamat malam untuk kita
Biarkan aku yang teruskan jalur ini sendiri, dan dia yang mencoba membuka jalur kuharap segera tertutup dan hilang. Ini permintaan ku.

5tahun terlewatkan begitu saja, dan aku menunggu. Jawaban yang muncul memang membuatku gila dengan semuanya. Hanya berdasarkan bahagiaku. Bukan kamu. Mereka. Atau kalian.

Tapi ini tentang kita.

Pergilah. Entah dia sadar atau tidak, berat hati lalui semua hari selama ini. Jangan buat ku kembali ada disana. Dimasa itu. Di waktu itu. Di saat menangis adalah teman ku.